Sejumlah survei di berbagai negara mengkonfirmasi fakta yang
muram ini : kesenjangan sosial antara orang kaya dengan yang penghasilannya
pas-pasan kian melebar.
Yang penghasilannya pas-pasan memang
tetap mengalami kenaikan income. Namun laju kenaikan income-nya jauh dibawah
lapisan orang kaya. Di Amerika misalnya, laju kenaikan income orang kaya 20
kali lipat lebih tinggi dibanding laju kenaikan income orang yang gajinya
pas-pasan.
Di tanah air, mungkin terjadi
fenomena yang serupa. Laju kenaikan income orang kaya lebih dramatis dibanding
yang penghasilannya pas-pasan.
Kenapa fenomena yang muram itu bisa
terjadi?
Faktanya, rasio Gini di tanah air
menunjukkan angka yang kian melebar. Indeks atau Rasio Gini adalah indeks yang
lazim digunakan untuk menunjukkan tingkat kesenjangan antara pendapatan orang
kaya dengan orang miskin.
Pertanyaannya : kenapa laju kenaikan
pendapatan orang kaya jauh lebih cepat dibanding laju kenaikan pendapatan orang
yang gajinya pas-pasan?
Tiga faktor berikut bisa memberikan
penjelasan yang layak direnungkan. Tiga faktor yang juga menjelaskan misteri
tentang The Science of Wealth.
Faktor # 1 : Kerusakan Sel Otak. Seperti yang pernah saya tulis dua minggu lalu, sebuah studi memunculkan fakta yang
kelam : orang yang penghasilannya pas-pasan dalam jangka panjang
otaknya mengalami erosi. Otaknya menjadi tulalit dan mengalami degradasi.
Kecakapan otaknya menjadi kian menurun.
Kenapa begitu? Karena setiap waktu
pikiran mereka dibayangi stress dan kecemasan tentang kondisi finansial yang
serba terbatas (gaji cepat habis, padahal cicilan banyak yang belum lunas,
sementara harga terus naik gara-gara rupiah kolaps).
Kecemasan yang berkepanjangan
tentang gaji yang serba terbatas, menimbulkan beban yang melukai katajaman
otaknya untuk berpikir kreatif mengubah nasib. Alhasil nasib hidupnya menjadi
stagnan.
Orang kaya yang penghasilannya 30
atau bahkan 50 juta per bulan, mungkin tidak mengalami kecemasan itu. Ia jarang
dilanda kecemasan tentang biaya hidup yang kian selangit atau harga rumah yang
makin tidak terjangkau. Sebab income-nya lebih dari memadai untuk membiayai
hidupnya dan keluarga.
Karena otaknya tidak pernah dilanda
kecemasan akibat kondisi keuangan yang terbatas, maka sel-sel otak orang kaya
menjadi lebih cekatan dalam menjemput peluang.
Faktanya, studi yang dilakukan tim peneliti dari
Princeton menemukan data : orang yang penghasilannya melimpah memang
memiliki skor lebih tinggi saat dihadapkan pada beragam tes kognitif (dibanding
orang dengan penghasilan pas-pasan).
Faktor # 2 : Efek Bola Salju
Kekayaan. Ini adalah faktor yang amat krusial
dalam menjelaskan kesuksesan seseorang.
Orang yang kaya dan sukses secara
psikologis merasa telah menemukan “major wins” : sebuah pilar yang amat penting
untuk memotivasi seseorang untuk meraih sukses yang lebih tinggi.
Studi psikologis menemukan fakta :
rentetan major wins (yang bentuknya antara lain adalah kenaikan income secara
signifikan atau penghasilan yang kian melimpah) adalah pemicu motivasi yang
kuat untuk mendorong orang agar bekerja makin gigih.
Disitulah momentum bola salju
kekayaan tercipta : orang yang penghasilannya sudah melimpah merasa mendapat
major win yang berharga >> dan karena itu makin percaya diri dan makin
optimis >> dan karena itu kemudian makin gigih berusaha >> dan
karena makin gigih bekerja maka laju kekayaannya kian melesat.
Pengalaman nyata memang kerap
menunjukkan hal seperti itu : orang yang sudah kaya dan sukses, justru makin
antusias, optimis dan bersemangat menjalani hidup. Major win yang telah mereka
raih menjadi pilar motivasi yang kokoh untuk meraih kesuksesan yang lebih
tinggi.
Itulah yang disebut dengan “efek
bola salju kekayaan” : dan inilah fenomena yang bisa menjelaskan kenapa orang
kaya makin kaya, dan acap dengan laju kenaikan pendapatan yang makin cepat.
Sebaliknya : orang dengan
penghasilan pas-pasan secara psikologis sulit memotivasi dirinya untuk menapak
jalan hidup yang lebih mapan. Kenapa? Ya karena dia merasa belum bisa menemukan
“major wins” yang bisa memotivasi dirinya.
Ia malah kadang makin pesimis
menghadapi hidup, demi melihat kondisi keuangannya yang serba terbatas. Sikap
pemimis yang kadang berubah menjadi nyinyir saat melihat kesuksesan orang lain
yang sudah kaya.
Rasa galau, pesimis, dan ragu-ragu
dalam melangkah terjadi karena dia memang belum pernah menemukan major wins
yang menjadi bukti bahwa dirinya sanggup meraih kesuksesan. Ia belum punya
jejak kesuksesan yang proven dan bisa dijadikan evidence untuk memotivasi
dirinya.
Yang terjadi kemudian adalah “efek
bola salju kemiskinan” : hidup dengan gaji pas-pasan >> lalu merasa
pesimis dengan masa depan >> lalu tidak punya rasa percaya diri untuk
take action demi mengubah nasib >> lalu nasib hidupnya menjadi stagnan
dan makin terpuruk dalam kondisi keuangan yang serba terbatas (cicilan hutang
masih banyak, tidak sanggup membeli rumah sendiri, dan apalagi memberangkatkan
orang tuanya umroh).
Komponen major wins menjadi elemen
kunci yang memotivasi orang kaya untuk makin kaya. Ketiadaan major wins menjadi
elemen yang men-demotivasi orang dengan income pas-pasan sehingga terus hidup
dalam stagnasi.
Faktor # 3 : Keajaiban Investasi. Orang dengan income hingga 50 juta per bulan atau lebih,
hampir selalu punya dana memadai untuk disisihkan buat investasi : membeli
reksadana, emas atau tanah dan properti.
Investasi itu kadang ditempatkan
dalam “aset tetap yang produktif” : ruko yang bisa disewakan, apartemen yang
bisa dikontrakkan, atau tanah yang harganya terus naik setiap tahun.
Kadang, return atau juga passive
income dari hasil investasi aset aktif ini bisa melebihi gaji kebanyakan
karyawan.
Disitulah prinsip kekayaan terjadi :
biarkan uang (yang diinvestasikan) yang bekerja keras untuk Anda (lalu
memberikan capital gain atau apresiasi kenaikan harga yang signifikan).
Dan bukan kita yang kerja keras
mengejar uang — yang kadang jumlahnya juga tak banyak, karena pas tanggal 20
sudah habis buat bayar aneka cicilan, termasuk cicilan kredit Honda Vario yang
belum lunas.
Hasil investasi yang mak nyus tadi
sering di-investasikan kembali oleh pemiliknya; sehingga tercipta akumulasi
kekayaan yang akseleratif. Itulah kenapa laju kenaikan total income lapisan
orang kaya bisa terus melesat.
Sebaliknya, orang dengan penghasilan
pas-pasan mungkin tidak lagi punya sisa uang untuk diinvestasikan. Boro-boro
investasi beli tanah, emas atau reksadana; bahkan untuk membiayai kebutuhan
hidup sehari-hari saja, kadang tidak cukup.
DEMIKIANLAH, tiga faktor yang
mungkin bisa menjelaskan kenapa laju kenaikan income orang kaya bisa makin
cepat; sementara laju kenaikan income orang dengan gaji pas-pasan tetap
stagnan.
Alhasil, yang kaya makin kaya, dan
yang nasibnya stagnan tetap akan terpuruk dalam duka dan nestapa.
Lalu harus bagaimana?
Kita tidak bisa menyalahkan
kesenjangan sosial yang kian tajam ini kepada pihak pemerintah, kapitalisme
global, konspirasi wahyudi atau blah-blah lainnya.
Daripada buang-buang energi negatif
untuk ngomel-ngomel tentang kesenjangan sosial, jauh lebih baik kita berusaha
dengan gigih agar juga mendapat limpahan rezeki yang barokah (agar bisa menjadi
kaya dan sanggup menyekolahkan ratusan anak yatim, atau juga membelikan rumah
yang asri buat kedua orang tua).
Sebab memang Anda sendirilah yang
menentukan nasib dan masa depan Anda. Bukan atasan, bos, pemilik perusahaan,
pihak pemerintah, atau Nyi Roro Kidul.
Copas dari sebelah http://strategimanajemen.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar